Jumat, 20 Februari 2015

Love Problem Goals

Bersama tiga manusia, pagi ini saya membicarakan sesuatu yang paling absurd, yang sulit untuk ditemukan muaranya bahkan oleh manusia terabsurd sekalian. Namanya cinta, yang datang dan pergi tanpa permisi. Kadang menepi, adakalanya juga pilih jalur semaunya. PARAH. Absurd tapi absolut.


Dari segi situasi dan kondisi, kami berempat (Gue, Nofi, Fela, Lia) adalah manusia yang dipilih Tuhan sebagai pengalun dawai asmaraa~ eaa ini versinya si Lia). Sori. Oke lanjut. Kami termasuk jenis remaja yang amatlah labil menyikapi hal serumit macam cinte, cinte dan cinte. Emosi yang belum stabil, statement yang cenderung asal - asalan. Bahkan soal durasi salting pun diitung! (INI versi gue, yang ngitung berapa lama gue kesalahan tingkah akibat 'lakilaki' yang-ehm-gak-seharusnya di salting i lama lama). Ah sudahlah! Sebut saja ini seni cinta.

Salah satu dari kita berempat, berkenan menceritakan kisahnya di urutan pertama. Kisah-pedih-putus-cinta. Kenangan pahit yang sampai sekarang belum mengecap manisnya bahagia. Ini adalah salah satu spesies cinta. Namanya, cinta bertepuk sebelah tangan. Kejam, sarkatis dan punya banyak masa untuk memupuskan harapan.

Si korban (temen gue yang tadi maksudnya) dari masa lalu sampai sekarang masih bergantung pada teori kesetiaan dan penantian (eeeaaa) alias nih, menunggu agar ada 'aku' dan 'kamu' yang menjadi 'kita' (entah) suatu ketika. Nahasnya, si korban bakalan minta disuapin lagu - lagu sendu tiap harinya. Baginya, asupan lagu lagu mellow amatlah pokok!

Spesies yang kedua adalah masa kejayaan di awal masa. Namanya pedekatos. Bisa menyalakan harap kapan saja, asal sama - sama ada respons yang baik pula. Ouch! Tapi yang namanya pedekatos, ga mesti harus mulus, coy. Ini salah satu temen gue berhasil, sayang keduanya sama - sama ingkar soal realitas perasaan. Lucu juga, ya? (ini nyindir gue?)

Nah, ini spesies yang ketiga. Umur hubungannya paling tua (diantara kami berempat). Ngakunya Endless Love. Si Pelaku (temen) cukup punya banyak waktu plus komitmen setelah melawan emosi dalam bahtera rumahtangga yang lahir sekian tahun yang lalu. (Helooo? Ini ibuk ibuk apa remaja?)

Sudah, cuman tiga.
Nggak ada lagi, kan?
Apa?
Aku?
Aku mah masih awam soal cinta.
Lugu, tapi juga tahu kalo cinta sama kegilaan itu dua-duanya serba tidak terduga.
Aku pernah rasain itu.
Dan efeknya memang luar biasa.

1 komentar:

  1. Seringin posting2 lagi dong kaaak..kan skrg udh tambah pengalaman ttg percintaan😁😍

    BalasHapus